Thursday, April 23, 2015

Resensi Novel - Rindu


    Novel yang berjudul Rindu ini mengisahkan tentang perjalanan jamaah haji dengan kapal uap bernama “BLITAR HOLLAND”. Kapal ini buatan Belanda. Novel ini mengambil latar tempat di dermaga pelabuhan untuk sebagian kecil cerita dan sebagian besar cerita berlatarkan di dalam kapal. Latar waktu yang dianut dalam novel ini adalah pada saat masa-masa penjajahan belanda sedang terjadi di Indonesia lebih tepatnya tahun 1938 saat perjuangan masih bersifat kedaerahan dan belum bersatu padu, dan saat perang dunia ke-2 belum dimulai. Latar suasana yang diambil di dalam novel rindu ini beragam sekali, ada suasana tegang, sedih, kecewa, lucu, romantis dan masih banyak lagi.

Judul Novel                 : Rindu
Novelis                        : Tere Liye
Jumlah Halaman          : ii, 544 Halaman
Cetakan Pertama         : Oktober 2014
Cetakan Terkini           : Ke-2 November 2014
Penerbit                       : Republika
Kota Terbit                  : Jakarta

Lima kisah Kehidupan yang dimaksud adalah kisah tentang lima orang yang berangkat dengan kapal ini dengan pertanyaan besar di dalam hatinya, pertanyaan itu mengandung makna yang dalam dan menjurus tentang kehidupan kelima orang yang tidak sengaja disatukan dan dipertamukan oleh takdir di dalam kapal. Mengutip dari bagian belakang cover novel Rindu “Ini adalah kisah tentang masa lalu yang memilukan. Tentang kebencian kepada seseorang yang harusnya disayangi. Tentang kehilangan kekasih hati. Tentang cinta sejati. Tentang kemunafikan. Lima kisah dalam sebuah perjalanan panjang”.  Kutipan tersebut membuktikan bahwa dalam novel ini tere liye mengemas lima pelajaran hidup yang sering kita jumpai dalam sebuah karya sastra, menyampaikan amanah dengan gamblang dan mengena. Bahakan alur yang berbelok tak terduga masih menjadi ciri khas Tere Liye dalam menyajikan karyanya.
Ketelitian Pengarang menyajikan karyanya terbukti dengan runtutnya perjalan kereta dengan segala kondisi geografis sosial dan ekonomi masa itu. Tere liye menggambarkan mulai dari keadaan kota Makasar saat masa penjajahan, kota Surabaya, Kota Semarang, Kota Batavia (yang sekarang disebut Jakarta), Kota Lampung, Kota Bengkulu, Padang, dan Aceh sebagai Serambi Makkah, serta Kota colombo di Sri langka. Tak hanya kota dan pelabuhannya yang ia gambarkan dengan detail yang indah, kapal Uap yang berukuran setengah dari kapal “TITANIC” digambarkan setiap jengkal kapal dengan teliti. Lautan yang menjadi arena kapal berselancar juga divisualisasikan lengkap dengan gejala alamnya seperti badai, hujan lebat, migrasi burung, migrasi paus, lumba-lumba, migrasi ikan terbang dan lain sebagainya. Terlihat nyata.
Kita beranjak ke bagian yang menurut saya kurang di dalam novel ini, sebenarnya cerita yang didsajikan sangan dinamis, akan tetapi keseharian di kapal yang monotone dan selalu begitu-begitu saja setiap harinya membuat cerita juga seolah monotone, hanya terdapan beberapa kejutan di bagian agak akhir. Saat membahas pertanyaan dalam kisah hidup ke-3 dan selanjutanya, saat itulah cerita ini menjadi lebih dinamis. Akan tetapi Tere Liye membayar lunas kekurangan itu dengan menyajikan pengalaman hidup yang tak bisa dibayangkan indahnya.
Dari kelima kisah kehidupan dan kelima pertanyaan yang disajikan dalam novel ini, yang paling saya sukai adalah pertanyaan ke-4 tentang cinta sejati. Cerita ini atau pertanyaan ini keluar dari salah seorang Kelasi (kru kapal yang membentu kaptein dalam bidang tertentu) yang datang dari tanah pare-pare dan baru direkrut oleh kapten. Kelasi ini menaiki kapal karena ingin pergi jauh menhindari takdirnya karena cintanya ternyata telah dijodohkan oleh keluarga mempelai. Ia ingin pergi walau saling mencintai satu sama lain, cinta yang murni, cinta yang indah. Akhirnya setealah berlayar bertemu dengan berbagai karakter seseorang kelasi ini menemukan jawaban atas pertanyaan tersebut. Dan dijawab langsung oleh seorang ‘ulama besar yang dihormati semua penumpang kapal. Gurruta Ahmad Karaeng. Dan di epilog dari kisah ini, ternyata Ahmad Karaeng lah yang menjadi calon perjodohan dari keluarga sang putri. Sehingga dikisahkan bahwa akhirnya Ambo Uleng (kelasi yang bertanya tentang cinta sejati) menikah dan hidup bahagia dengan kekasihnya.
Tere Liye sengaja mengajak pembaca membuat kesimpulan sendiri dengan karyanya. Itu sudah menjadi ciri khas dalam kemasan novelnya. Novel ini layak sekali anda baca. Saya merekomendasikan novel ini untuk menemani kisah hidup anda. Novel ini cocok unutuk usia remaja hingga dewasa, selain kemasan yang menarik, keaneka ragaman karakter dalam novel ini juga membuat lengkap warna yang dilukisnya Tere Liye dalam kanvas sastranya.
Sebuah Kutipan “ Menulis adalah salah satu cara terbaik menyebarkan pemahaman. Ketika kita bicara, hanya puluhan atau ratusan orang yang mendengar. Kemudian hilang ditelan waktu. Tapi tulisan, Buku-buku, bisa dibaca oleh lebih banyak lagi. Satu buku bisa dipinjam dan dibaca berkali-kali oleh orang berbeda, apalagi ribuan buku. Dan jangan lupakan buku bisa jadi Abadi. Terus diwariskan dicetak kembali. Itu sangat efektif untuk membagikan pemahaman yang baik.”. dari kutipan diatas, mengajak kita untuk lebih giat dan semangat dalam menuliskan karya sastra.
About Unknown

Pellentesque penatibus, sed rutrum viverra quisque pede, mauris commodo sodales enim porttitor. Magna convallis mi mollis, neque nostra mi vel volutpat lacinia, vitae blandit est, bibendum vel ut. Congue ultricies, libero velit amet magna erat. Orci in, eleifend venenatis lacus.

You Might Also Like

0 comments:

Post a Comment