Tuesday, March 10, 2015

Esai Puisi Mustofa Bisri - "Keluhan"

Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk

Ya Allah maafkan kami, karena kesibukan kami bahkan kami tidak “sempat” menekur sujud merendahkan muka kami kepada-Mu, menunjukkan betapa nistanya kami dihadapanmu,  betapa rendahnya kami dihadapanmu.
Kurang lebih begitulah majas ironi yang dilantunkan K.H. Mustafa Bisri dalam puisinya yang berjudul “Keluhan”.  Dengan wasilah puisinya, beliau membuka aib kita tentang ketidakpatuhan dan ketidak tahudirian kita sebagai salah satu makhluk ciptaan-Nya.

KELUHAN
Tuhan, kami sangat sibuk.

Mengapa disebut keluhan ? mengapa tidak diberi judul alasan, maaf, atau padanan kata lainnya ? Karena kita adalah makhluk yang pandai, sangat pandai. Kita tidak hanya pandai memikirkan soal pelajaran disekolah tetapi kita juga pandai sekali untuk mengeluh. Mustofa Bisri sebagai wasilah Allah membukakan pintu hati pembaca betapa kufurnya kita. 
Berapa kali kita mengucap alhamdulillah ketika bangun pagi ?
Berapa kali kita melantunkan syukur saat do’a kita terkabul ?
Sekarang mari kita balik arah pertanyaannya.
Seberapa sering kita mengumpat setiap kali hujan tiba ?
Seberapa sering kita mencela masakan ibu kita ?
Seberapa sering kita mengeluhkan ujian, tugas, dan permasalahan hidup kita ?
Atau mari kita mengganti pertanyaan dengan ungkapan keseharian kita.
                “Ah, panas sekali hari ini.”
                “Ya Allah, kenapa do’aku belum juga terkabul ?”
                “Ya Allah, kenapa aku gagal dalam tes kemarin ?”
Tentu orang pertama yang terdiam tertunduk adalah penulis sendiri. Kita mudah sekali menghitung segala kelemahan kita namun alangkah bodohnya kita menghitung segala nikmat yang telah Dia berikan secara cuma-cuma. “Untunglah Allah Maha Sabar”, begitulah logika kita berkata. Tetapi apakah kita tidak sadar diri sebagai salah satu makhluk ciptaan-Nya ? Di hadapan guru dan teman saja kita tau bagaimana menghormati mereka. Dihadapan Yang Menciptakan guru dan teman kita ? bahkan menciptakan diri kita sendiri ?

KELUHAN
Tuhan, kami sangat sibuk.

Hanya itulah yang disampaikan Mustafa Bisri dalam puisinya. Cukup satu kalimat untuk membuka salah satu aib besar kita. Bahkan beliau tidak menggunakan basa- basi dalam membuat puisinya. Mengapa tidak diberi pengantar agar lebih indah ? Mengapa terlalu to the point ? Jawabannya pastinya sangat bisa ditebak. Benar, karena kita sedang sibuk, bisa jadi kata “sedang” bisa kita ganti menjadi “sangat”. Karena begitu sangat sibuknya, hanya itu yang disampaikan kita kepada Tuhan. Tidak lebih, tidak kurang. Begitu sibuknya kita sehingga kita melupakan Pencipta kita.
Saat lantunan adzan berbunyi, sadarkah kita bahwasanya Allah tidak hanya menyuruh kita sholat namun kita juga dijanjikan kemenangan. “Hayya ‘alalfalah”, mari kita menuju kemenangan. Namun bagai seorang tuna rungu, sikap kita malah tak acuh dan mengabaikannya. Kita terlalu asik dengan gurauan dan candaan kita, bahkan kita malah mengejar dunia yang padahal kita sendiri tak akan pernah menang. Semua itu karena, dunia adalah kesenangan yang menipu.
Begitu sibuknya kita sehingga kita tidak punya waktu untuk menemui Rabb kita. Jangankan Jama’ah, bahkan munfarid pun masih kita tunda- tunda. Jangankan tahajud dan dhuha, bahkan sholat lima waktu pun kami keberatan. Begitulah ungkapan tersirat sebagian orang yang insya Allah bukanlah para pembaca. Karena apa ? kita terlalu sibuk mengejar dunia. Padahal semua yang kita kejar tak akan berarti apa- apa.  Dan cobalah melihat paragraf pertama dari tulisan ini. Mengapa kata “sempat” harus diberi tanda petik ? Karena untuk menghadap Rabb saja kita harus menyempatkan di sela-sela kesibukan yang tiada guna, kita menggunakan waktu luang sedemikian sedikitnya yang menurut kita kurang berharga untuk menyembah Tuhan kita. Astaghfirullah.

KELUHAN
Tuhan, kami sangat sibuk.

Tentu, sudah menjadi realita bahwa kita telah terjerat oleh perlombaan dunia. Dan tulisan ini murni menjadi pengingat bagi diri penulis. Dimana hanya prospek gaji yang dikedepankan, Ketenaran yang dikejar, dan jabatan yang diperebutkan. Seharusnya kita meneladani sahabat Rasulullah yakni khalifah Ali RA yang berdo’a, “Ya Allah, letakkan dunia ditanganku dan letakkan akhirat dihatiku.” Barang siapa mengejar dunia maka ia akan menghinakannya, barang siapa mengejar akhirat maka dunia akan mengikutinya. Begitulah kata yang kita anggap “pasaran” yang sudah berulang kali masuk ke otak kita. Tapi mengapa hati kita tak juga tergugah ? Mungkin masing- masing dari kita perlu memborong cermin besar, cermin itu bukanlah cermin kebanyakan, ialah cermin hati, tempat dimana kita seharusnya meletakkan akhirat, bukan dunia.

"Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir".  (QS. Al- Ma'arij: 19-21)

Mustofa Bisri mengingatkan kita pada ayat tersebut, bagaimana Allah menyindir tingkah laku kita yang notabene makhluk-Nya. Karya Mustofa Bisri ini merupakan salah satu tafsir dari ayat tersebut. Namun, masih ada kelanjutannya.
"Allah berfirman: kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, yang mereka itu senantiasa mengerjakannya". (Al Ma'arij: 22-23)

"dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta)." (QS. Al Maarij: 24-25)

Betapa menyindirnya puisi milik Mustofa Bisri. Memang kita tidak ingin dicap “kikir” dan “suka berkeluh kesah”, namun satu bait puisi beliau membuka kenyataan. “Ya mau bagaimana lagi ? kami kan sibuk.” Tetapi, apakah kita akan mengucapkan kata dan mengungkapkan rasa itu lagi ? hanya diri kita masing- masing dan Tuhan yang tahu.
About Unknown

Pellentesque penatibus, sed rutrum viverra quisque pede, mauris commodo sodales enim porttitor. Magna convallis mi mollis, neque nostra mi vel volutpat lacinia, vitae blandit est, bibendum vel ut. Congue ultricies, libero velit amet magna erat. Orci in, eleifend venenatis lacus.

You Might Also Like

0 comments:

Post a Comment