Buku yang
berjudul Hikayat Kalilah dan Dimnah merupakan kumpulan hikayat. Dalam buku ini
memuat banyak sekali bab yang masing- masing memiliki tema yang berbeda
.Terdapat 22 hikayat di dalam buku ini. Cerita ini berasal dari India, dan
sekeluarga dengan cerita-cerita seperti Sukasaptati dan Pancatantra yang juga
dikenal di Indonesia. Setelah disalin ke dalam bahasa Arab oleh Ibnu Muqaffa
barulah cerita ini tersebar luas mengikuti penyebaran agama Islam.
Judul buku :
Hikayat Kalilah dan Dimnah
Penulis : Baidaba
Penerjemah ke Bahasa Arab : Abdullah
Ibnul Muqaffa
Penyalin dari Bahasa Arab : Ismail
Djamil
Penerbit :
Balai Pustaka
Cetakan :
Keduabelas
Tahun terbit :
2002
Tebal buku :
19
Salah satunya
hikayat Tikus dengan Kucing Hutan. Yang mengandung nilai permusuhan dan
persahabatan tidak kekal selama-lamanya. Kadang-kadang permusuhan berubah jadi
persahabatan dan sebaliknya. Setiap perubahan tentu ada sebabnya. Oleh sebab
itu, orang cerdik tidak segan berdamai dengan musuhnya jika ada keperluan,
tidak malu mengharapkan pertolongan musuh untuk menghindar dari bahaya, atau
mendapatkan yang diinginkannya. Seperti perumpamaan tikus dan kucing hutan,
ketika sama-sama terperosok ke dalam bahaya, tetapi berkat perdamaian antara
keduanya, terlepaslah mereka dari bahaya. Pada pangkal sepohon kayu yang besar,
terdapat sebuah lubang tempat tinggal seekor kucing hutan, bernama Rumi. Di
dekat lubang terdapat pula liang seekor tikus, bernama Faridun. Tempat itu
biasa didatangi pemburu yang hendak menangkap burung dan binatang hutan. Pada
suatu hari datanglah seorang pemburu, lalu memasang jaringnya dekat lubang
kucing hutan. Rumi pun terperangkap ketika hendak keluar dari lubangnya. Ketika
itu keluarlah tikus dari liangnya hendak mencari makan. Dengan hati-hati ia
menoleh ke kiri dan ke kanan, kalau-kalau kucing hutan sedang mengintainya.
Ketika ia melihat kucing hutan terperangkap dalam jaring pemburu, hilanglah
rasa khawatirnya. Tetapi tiba-tiba tidak jauh dihadapannya ,nampak seekor
musang hendak menerkamnya, dan pada
cabang kayu di atas kepalanya seekor burung hantu hendak menyambarnya juga.
Jika ia lari ke belakang, ia ditangkap kucing hutan, jika maju ke depan musang
yang akan menangkapnya, dan jika ia lengah seketika saja, tentu ia disambar
burung hantu. Akhirnya tak ada jalan lain bagi tikus kecuali mengajak kucing
berdamai. Tikus berjanji akan mengeluarkan kucing dari perangkap, asalkan ia
tidak akan dicelakai. Karena sama-sama dalam keadaan bahaya kucingpun menerima
perdamaian itu. Melihat tikus dan kucing hutan yang berdamai, akhirnya musang
dan burung hantupun pergi. Setelah kedua musuhnya pergi, barulah tikus
memutuskan tali yang mengikat kucing ,kecuali seutas tali. Ketika pemburu
datang, barulah tikus memutuskan seutas tali itu, kucingpun dapat selamat , dan
pemburu tidak mendapatkan apa-apa.
Dilihat dari
isinya buku ini menarik dan tidak membosankan. Di dalam cerita banyak ditemui
kandungan nilai, terutama nilai moral dan pendidikan. Sehingga dapat dijadikan
bahan renungan. Sindiran-sindiran atau kritik-kritik sosial disampaikan secara
halus dan cukup segar. Selain itu, buku ini dapat menghubungkan kita kembali
dengan khazanah sastra lama Indonesia yang banyak dipengaruhi sastra Arab,
India, dan Persia. Sedang kepada pengarang modern bisa memberikan ilham karena
cerita ini kaya dengan fantasi dan imajinasi.
Sayangnya buku
ini disajikan dengan bahasa yang rumit dan sulit dipahami, karena menggunakan
bahasa melayu. Sehingga tidak cocok dibaca oleh orang awan dan anak-anak. Buku
ini lebih cocok dibaca oleh para pelajar maupun pembaca dewasa. Selain itu
gambar sampul yang disajikan kurang menarik, dan gambar cerita yang disajikan kurang jelas dan tidak
berwarna.
0 comments:
Post a Comment