Pernahkah pembaca
berimajinasi untuk berkeliling dunia ? tentu bagi sebagian orang hal tersebut
sangatlah menakjubkan. Berkeliling dunia mungkin bukanlah cita- cita yang mudah
tercapai terutama bagi masyarakat Indonesia pada umumnya yang memiliki
kehidupan ekonomi yang pas-pasan. Namun dengan membaca novel “negeri 5 menara”,
tentu pembaca pasti terbawa kedalam jalan cerita novel ini. Sehingga
seakan-akan kita sedang berkeliling dunia.
Novel ini cocok dibaca
oleh para remaja yang masih menempuh masa- masa sekolah. Karena dengan dengan
membaca novel ini akan memotivasi mereka dalam dunia pendidikan.
IDENTITAS NOVEL :
Judul resensi novel : Negeri 5 menara
Pengarang : A.Fuadi
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit : 2009
Kota Terbit : Jakarta
Dimensi : 20 x 14 cm
Jumlah Halaman : 424 hal
ISBN : 978-979-22-4861-6
Novel ini menceritakan
seorang pemuda yang bernama Alif Fikri yang sangat menginginkan untuk
bersekolah di SMA Bukit tinggi, Sumatera Barat dengan modal nilai ujian yang
cukup bagus. Namun impian itu musnah seketika karena ibunya tidak mengijinkan.
Dia ingin Alif bersekolah di Madrasah Aliya yang berbasik agama dengan alasan
agar kelak Alif menjadi seorang ustad seperti Buya Hamka. Seumur hidupnya, Alif
tidak pernah keluar dari kawasan Minangkabau. Dalam kesehariannya, yang dia
lakukan hanya main bola di sawah, berburu durian runtuh di rimba Bukit Barisan.
Namun sekarang dia harus meninggalkan Sumatera menuju Jawa Timur. Dengan
setengah hati dia mematuhi nasehat ibunya untuk bersekolah di pondok.
Awal mulanya ia sangat
kaget dengan segala peraturan ketat dan kegiatan pondok. Beruntungnya, dia
menemukan sahabat-sahabat dari berbagai daerah yang benar-benar menyenangkan.
Niat setengah hatinya kini menjadi bulat. Dihari pertama di Pondok Madani, Alif
terkesima dengan mantera sakti “man jadda wa jadda” . Siapa yang bersungguh-sungguh
pasti sukses. Dipersatukan dengan hukuman berantai, Alif berteman dengan raja
dari Medan, Said dari Surabaya, Dulmajid dari Sumenep, Atang dari bandung, dan
Baso dari Gowa. Di bawah menara PM, mereka menunggu Magrib. Mereka berlima
justru menciptakan mimpi-mimpi lewat imajinasinya menatap langit dan merangkai
awan-awan menjadi negeri impian.
Mereka yakin kelak impian
itu akan terwujud. Karena mereka yakin akan mantra ampuh yang mereka dapatkan
dari Kyai Rais (Guru Besar PM), yaitu man jadda wa jadda, siapa yang
bersungguh-sungguh pasti akan berhasil.
Kelebihan
dari novel ini antara lain novel ini membuka mata masyarakat luas tentang
pembelajaran di pondok tidak hanya agama saja. Disana juga belajar bahasa arab,
bahasa inggris, dan kesenian. Selain itu, novel ini mengandung amanat yang luar
biasa sebagai motivator para pelajar dimasa sekarang.
Kelemahan
novel ini terletak pada ketebalannya yang cenderung membuat pembaca harus
meluangkan waktu yang lama untuk membaca novel ini.
UNSUR INTRINSIK :
Tema :
Pendidikan
Tokoh
Penokohan : Alif : Penurut
Dumajid :
Mandiri
Ayah :
Membela kebenaran
Atang : Percaya diri
Amak :
Rela berkorban
Said :
Motivator
Raja :
Percaya diri
Baso :
Disiplin
Salman :
Kreatif
Kyai Raif :
Suri tauladan
Tyson : Tegas
Ust Torik : Tegas
Latar : Tempat : Kantor Alif
Pondok Madani
Rumah Alif
Apartemen Raja
Trafalgar Square
Rumah Atang
Rumah Said
Waktu :
Pagi hari
Dini hari
Siang hari
Malam hari
Suasana :
Sepi
Emosi
Takut
Bahagia
Sedih
Amanat :
Barang
siapa bersungguh- sungguh maka cita- citanya akan terwujud
Kita
harus patuh terhadap nasehat orangtua
Jangan pernah takut
untuk bermimpi
Alur :
Maju
Gaya Bahasa : Metafora
Personifikasi
Hiperbola
UNSUR EKSTRINSIK:
Nilai Moral : Nilai Ketuhanan
Nilai Moral
Nilai Sosial
Nilai Budaya
Nilai Ekonomi
Nilai Agama
0 comments:
Post a Comment